Follow Us @soratemplates

Jumat, 09 Februari 2018

Galaunya Guru Saat Diatur Wali Murid

Pagi ini ada salah satu murid mengadu kalau orang tua teman sebangkunya ingin duduk sendiri. Alasannya tak lain dan tak bukan karena merasa anaknya pintar tak mau di conteki oleh dirinya yang memang butuh bimbingan khusus.

Ini sudah yang ketiga kalinya dalam semester ini ada beberapa wali murid yang coba mengatur suasana dikelas.

Sebenarnya tak salah. Namun, saat merasa lebih mengerti anaknya dibandingkan siapapun. Menurutku itu yang perlu di renungkan sekarang.

"Apakah dengan memindahkan tempat duduk bisa menyelesaikan masalah?"

Mungkin, dalam jangka pendek masalah bisa terselesaikan tetapi ada dampak jangka panjang yang tidak disadari.

Setiap guru juga paham pasti ada perbedaan meskipun mereka sebangku.

Sebelumnya dulu sudah diminta jangan sebangku dengan si B. Alasannya karena dianggap bodoh dan mengganggu si A.

Perumpamaannya guru yang dikelilingi murid yang bodoh kemudian mengajar . Apakah guru akan bodoh? Ataulah guru yang pintar sama dengan murid yang bodoh?

Jelas berbeda, semakin kita berusaha memberi pengetahuan sebaliknya ilmu kita tambah bertambah, lebih tambah ingat, lebih merasa percaya dirinya bertambah dan dapatmqa kebaikan.

Kondisi yang terjadi anak itu sudah duduk sendiri sesuai keinginan orang tuanya. Temannya dipindahkan ke teman yang lain

Dengan berjalannya waktu anak tersebut mulai kehilangan temannya. Bahkan,  teman sebangkunya juga perlahan menjauhinya.

Dia juga sebenarnya asyik dengan dunianya sendiri, penyakit antisosial mulai menjangkitnya.

Flashback, saat semester baru di mulai sebelumnya saya sudah membuat angket yang salah satu isinya adalah teman yang kamu sukai dan tidak kamu sukai beserta alasannya.

Dan anak A itu sebenarnya yang paling tidak disukai oleh teman-temannya karna dinilainya sombong. Padahal sebenarnya dia membuat tembok untuk dirinya sendiri dengan dibantu walinya.

Ulasan mengenai si B sering mencontek   sebenarnya. Hanya si B lah teman yang pertama kali mau mengajak dia membaca, berhitung, bermain, jajan bersama dan pulang bersama.

Sedangkan temannya sudah tak begitu peduli dengannya karena sering membuat temboknya sendiri.

Akhirnya curhatan si A ke orang tuanya berbuntut panjang. Ia sendiri jarang ada yang menyapanya . Seandainya ia memahami tugas sekolah bukan hanya belajar tetapi juga bersosialisasi.

Orang tua memandang gurunya tak kompeten dalam memenuhi segala keinginannya.

Guru bukanlah dewa yang sempurna. Tetapi, ia juga adalah orang tua anak di kelasnya. Yang sama menyayangi dan mengasihi anaknya. Meskipun caranya mungkin berbeda.

ODOPbatch5#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan berlebihan memuja orang.

Hy sahabat onlineku. Kita ketemu lagi di catatan Aisyah. Ok guys disini aku mau curhat aja. Ternyata mental inlander ada di dalam diriku.  ...